Senin, 15 November 2010

SAKRAMEN INISIASI : Baptis & Krisma

TAFSIRAN TEKS PAULUS
Kol. 2:9-15 “Kepenuhan hidup dalam Kristus”
Oleh : Fr. John Lartutul

A. Tafsiran teks Paulus berdasarkan gagasan teologis-etik kristiani
Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Kolose menekankan dua perspektif yang amat penting yakni perspektif teologis maupun etik kristiani. Berdasarkan perspektif teologis, Paulus menekankan beberapa gagasan penting dan bersifat rohani pada empat ayat pertamanya yakni : Pertama, dalam Kristus berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan (ayat 9). Kedua, Kristus adalah kepala semua pemerintah dan penguasa (ayat 10). Ketiga, dalam Kristus, jemaat disunat berdasarkan sunat Kristus bukan seperti apa yang dilakukan manusia yakni penanggalan akan tubuh yang berdosa (ayat 11). Keempat, dengan Kristus, jemaat dikuburkan dalam baptisan dan memperoleh kebangkitan karena percaya akan kerja kuasa Allah yang membangkitkan Kristus dari orang mati (ayat 12). Sedangkan dalam perspektif etik kristiani, Paulus lebih menekankan soal cara atau perilaku hidup jemaat secara menyeluruh di hadapan Allah. Maka aspek etik kristiani yang ditekankan Paulus kepada jemaat Kolose terdapat dalam tiga ayat terakhir dari teks tersebut yakni : Pertama, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Kristus, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita (ayat 13). Kedua, dengan menghapus surat hutang yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. dan itu ditiadakanNya dengan memakukannya pada kayu salib (ayat 14). Ketiga, Kristus telah melucuti pemerintah-pemerintah, penguasa-penguasa, dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenanganNya atas mereka (ayat 15).
Oleh sebab itu, empat ayat pertama dari teks Kol.2:9-15 merupakan suatu daya refleksi teologis dari Paulus kepada jemaat-jemaat setempat. Maka inti pokok dari keempat ayat ini adalah jemaat-jemaat setempat memperoleh baptisan seturut baptisan Kristus. Sehingga setiap jemaat dibaptis dengan air dan menerima karunia Roh Kudus. Sebab daya Roh Allah sungguh dahsyat dan berdaya guna atas seluruh diri Kristus. Lewat Roh itu pula, Ia dibangkitkan dari orang mati. Namun setiap jemaat yang percaya kepada Kristus turut mengalami kebangkitan Kristus manakala mereka memberi diri sepenuhnya kepada kerja kuasa Allah. Pewartaan atau pengajaran iman tentang sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus kepada jemaat-jemaat Kolose merupakan suatu khasana teologis yang membangun iman jemaat setempat sehingga mampu menyelimuti seluruh diri mereka dalam memandang Kristus sebagai kepala atas semua pemerintah dan penguasa. Bahkan Paulus menekankan pengajaran atau pewartaan iman kepada jemaat setempat bahwa secara jasmaniah, seluruh kepenuhan Allah terungkap dalam diri Kristus. Inilah sebuah tanda pengharapan baru bagi jemaat setempat sesudah menerima baptisan seturut baptisan Kristus. Sehingga makna dasariah dari baptisan Kristus yang diwartakan oleh paulus adalah penanggalan akan tubuh yang berdosa.
Selain empat ayat pertama dari teks Kol. 2:9-15 di atas, terdapat pula tiga ayat terakhir dari teks tersebut yang mengandung unsur etik kristiani. Persoalannya bahwa perilaku jemaat setempat tidak sesuai dengan ajaran-ajaran kristiani. Mereka membuat pelanggaran-pelanggaran dan berhutang. Dua hal ini merupakan titik fokus pewartaan Paulus, sehingga lewat wejangan-wejangannya kepada jemaat setempat, terlaksanalah seluruh ajaran-ajaran krisrtiani dalam seluruh kehidupan harian mereka. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Paulus sendiri terlihat pandai dan bijaksana dalam mengambil hati jemaat setempat. Sehingga pewartaannya tidak sia-sia bagi mereka. Di Kolose terdapat pula sejumlah orang kafir, yang kemudian berkat pewartaan Paulus, mereka memberi diri untuk dibaptis seturut baptisan Kristus dan menjadi orang-orang Kristen sejati. Bahkan Paulus mewartakan kepada jemaat setempat bahwa, semua pelanggaran dan hutang jemaat setempat telah dibayar lunas oleh Kristus lewat wafat-Nya di kayu salib. Pewartaan ini sangat tajam dan menusuk hati jemaat sehingga mereka diliputi suasana semangat untuk meninggalkan cara hidup lama mereka dan kemudian percaya akan sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus.

B. Relevansi teks Paulus dengan situasi di Papua
Setelah membaca secara mendalam teks Paulus dari Kol. 2:9-15 ini, saya mengetahui bahwa ternyata relevansinya sangat kontekstual di Papua, baik berdasarkan unsur teologis maupun etik kristiani. Unsur teologis yang relevan di Papua adalah seluruh umat Kristiani yang ada di Papua percaya akan setiap pewartaan dari para pemimpin Agama Kristen, baik Gereja Katolik maupun Gereja Protestan. Tiket kepercayaan dari seluruh orang kristiani di Papua merupakan simbol ketergantungan mereka pada Kristus. Namun secara tradisional, seluruh warga asli Papua pun memperoleh baptisan budaya yakni inisiasi sesuai tradisi etnis setempat. Nah, ritus inisiasi tersebut dalam perkembangannya dapat membuka diri terhadap baptisan kristiani. Mereka bersedia menerima warta Injil tentang sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus, baik dari para pendeta maupun para pastor, atau siapa saja yang berhak, mampu dan diberi tanggungjawab oleh Agama Kristen di Papua untuk mewartakan kepada seluruh jemaat/umat kristiani tentang sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus. Semua orang Kristiani di Papua telah memberi diri untuk dibaptis dengan air dan memperoleh karunia Roh Kudus.
Selain teks Paulus dari Kol. 2:9-15 yang mengandung unsur teologis dan relevan di Papua secara kontekstual, terdapat pula unsur etiknya. Di Papua ini, warga asli berhadapan dengan aneka persoalan kemanusiaan di setiap aspek atau dimensi kemanusiaan yakni IPOLEKSOSBUD dan HANKAM. persoalan-persoalan ini membuat hati seluruh oran kristiani di Papua menjadi resah. Namun lewat pewartaan agama Kristen, baik Katolik maupun Protestan dari waktu ke waktu dapat membantu mereka untuk menanggalkan cara hidup lama dan mengenakan cara hidup baru seturut cara hidup Kristus sendiri. Oleh karena itu, lewat iman orang kristiani di Papua saat ini, mereka menyerahkan seluruh persoalan atau pergumulan hidupnya ke dalam tangan kasih Allah, lewat perantaraan Kristus.
Akhirnya, baik unsur teologis maupun etik kristiani dari teks Kol. 2:9-15 merupakan suatu tanda pewartaan tertulis yang amat relevan dan kontekstual di Papua. Bahkan orang kristiani di Papua memandang Kitab Suci sebagai sumber pengalaman iman. Cara pandang ini dapat membantu mereka untuk mengamalkan seluruh ajaran Kristus dalam hidup mereka. Sehingga warta Agama Kristen, baik Katolik maupun Protestan tentang sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus sangat menggema dan berdaya guna dalam diri setiap orang kristiani di Papua. Maka lewat aneka cara baptisan yang dilakukan oleh agama Kristen di Papua adalah suatu tanda bahwa baptisan dapat mempersatukan mereka dengan Kristus. Dengan menerima baptisan, maka sesungguh kita menjadi anak-anak Allah dan memperoleh karunia Roh Kudus. Keunggulan Kristus tercermin lewat sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus. Kemenangan Kristus akan kuasa kegelapan telah menebus setiap orang kristiani dari aneka belenggu dosa. Makna sengsara, wafat, dan kebangkitan Kristus merupakan sumber dan puncak iman kristiani di Papua.

Sakramen Inisiasi : Baptis & Krisma

Penyelesaian Kasus-Kasus
Oleh : Fr. John Lartutul

1. Akibat pergaulan bebas antara Ahmad (Islam, 22 tahun) dan Cecilia (Katolik, 18 tahun), Cecilia hamil. Kehamilan ini diketahui oleh kedua orang tua mereka. Karena perbedaan agama, Ahmat tidak bisa menikahi Cecilia. Ahmat meninggalkan Cecilia sewaktu kandungannya berusia 8 bulan. Cecilia akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki, kemudian diberi nama Anto. Anak ini dipelihara oleh orang tua Cecilia (katolik), diangkat menjadi anak angkat mereka. Kemudian tiba waktunya untuk dibaptis. Berikan pertimbangan yuridis pastoral berhubungan dengan penerimaan sakramen baptis berdasarkan kanon-kanon baptis.
Jawaban :
Dalam contoh kasus di atas, adanya pertimbangan yuridis pastoral berdasarkan kanon-kanon baptis. Untuk itu, kasus ini dapat dipertimbangkan dengan bertitik tolak pada Kan. 868-1. Agar bayi boleh dibaptis, haruslah :
1. Orang tuanya, sekurang-kurangnya satu dari mereka atau yang menggantikan orang tuanya secara legitim menyetujuinya.
2. Ada harapan cukup berdasar bahwa anak itu akan dididik dalam agama katolik; bila harapan itu tidak ada, baptis hendaknya ditunda menurut ketentuan hukum partikular dengan memperingatkan orang tuanya mengenai alasan itu.
Dengan demikian, adanya jaminan yang pasti bahwa sesudah imam/pastor menerimakan skramen baptis kepada Anto, orang tua angkat akan mendidik dan membina Anto menurut ajaran Gereja Katolik. Sebab Anto dilahirkan dan dibesarkan dalam kalangan Gereja Katolik.

2. Seorang kakek berusia 60 tahun dari Agama Islam minta dibaptis. Anak-anaknya ada yang sudah haji, ada yang Ustad. Ia sendiri tinggal dengan anaknya yang katolik. Anaknya menjadi katolik karena perkawinan dengan pasangan yang memang beragama katolik. Berikan pertimbangan yuridis pastoral berdasarkan kanon-kanon baptis, permintaan baptis dari kakek ini.
Jawaban :
Dengan kasus di atas, terdapat pertimbangan yuridis pastoral berdasarkan kanon-kanon baptis, yaitu Kan. 865-1. “Agar seorang dewasa dapat dibaptis harus telah menyatakan kehendaknya untuk menerima baptisan, mendapat pengajaran yang cukup memadai mengenai kebenaran-kebenaran iman dan kewajiban-kewajiban Kristiani dan telah teruji dalam kehidupan Kristiani melalui katekumenat; hendaknya diperingatkan juga untuk menyesali dosa-dosanya”.
Oleh sebab itu, kakek yang berusia 60 tahun bisa menerima sakramen baptis karena terdapat intensi yang bulat. Maka sebelum menerima sakramen baptis, pantaslah bila ia memenuhi aneka persyaratan yuridis berdasarkan isi kanon di atas secara mendalam, oleh pihak yang berwewenang dalam hal ini yakni imam/pastor sendiri. Latar belakang keluarga dan agama tidak turut menggagalkan penerimaan sakramen baptis, karena terdapat intensi.tekad yang bulat untuk dibaptis secara katolik dan sah menjadi anggota jemaat katolik.

3. Seorang frater akan menerima tabisan diakon. Entah karena kesalahan siapa, ternyata dua hari sebelum hari “H” tahbisan, baru diketahuai bahwa frater ini belum menerima sakramen krisma. Persiapan tahbisan sudah beres semua. Uskup yang akan menabiskan dia, baru akan datang pada hari pelaksanaan. Di tempat tersebut vikjend sudah ada. Berikan pertimbangan pastoralmu, berdasarkan kanon-kanon sakramen penguatan. Apakah frater ini dapat ditahbiskan menjadi diakon pada hari “H” sesuai dengan rencana.
Jawaban :
Dengan melihat persoalan di atas, maka terdapat pertimbangan yuridis pastoral, yaitu pada Kan. 882-Pelayan biasa sakramen penguatan ialah uskup; sakramen itu dapat juga diberikan secara sah oleh imam yang memiliki kewenangan itu berdasarkan hukum universal atau pemberian khusus dari otoritas yang berwenang. Selain itu, adapun Kan. 883-demi hukum memiliki kewenangan melayani penguatan adalah :
1. Dalam batas-batas wilayahnya, mereka yang dalam hukum disamakan dengan uskup diosesan di dalam batas-batas wilayah kekuasaannya.
2. Mengenai orang yang bersangkutan, imam yang berdasarkan jabatannya atau mandate uskup diosesan membaptis orag setelah lewat masa kanak-kanak atau menerima oaring yang telah dibaptis ke dalam persekutuan penuh dengan gereja Katolik.
Akhirnya dalam situasi seperti ini, frater tersebut bisa ditahbiskan menjadi diakon apabila ia melewati ketentuan-ketentuan yuridis pastoral yang berlaku pada kanon-kanon baptis di atas.

4. Uraian tugas bagi pastor paroki untuk pelayanan sakramen inisiasi berdasarkan kanon-kanonnya :
Berdasarkan sakramen baptis dan kanon-kanonya, maka uraian tugas sederhana dan wajib bagi seorang pastor paroki adalah menerima para calon baptis yang berniat/berkehendak untuk dibaptis dalam gereja katolik, bertanggungjawab memberi pengajaran/pembinaan iman yang memadai bagi para calon baptis yang ingin dibaptis, membaptis para calon baptis, pencatatan nama-nama yang dibaptis dalam buku baptis yang ada di paroki demi kelengkapan administrasi paroki dan kebutuhan mereka yang dibaptis sewaktu-waktu. Sedangkan yang berhubungan dengan sakramen krisma, hendaknya pastor paroki memperhatikan beberapa poin penting dan wajib sebagai berikut, yaitu menerima para calon krisma dan melaporkan kepada uskup, bertanggung jawab memberi pengajaran/pembinaan iman kepada para calon krisma, bahkan pastor boleh menerimakan sakramen krisma bagi para calon krisma, namun dapat terjadi setelah bersepakat dengan uskup karena suatu jabatan tertentu, dan pencatatan nama-nama yang telah dikrismakan dalam buku yang ada di paroki maupun di keuskupan.
Akhirnya, dengan beberapa uraian tugas pastor paroki berdasarkan ketentuan-ketentuan kanon-kanon tersebut, maka dapat mempermudah proses pelayanan sakramen baptis maupun krisma secara lebih mendalam kepada siapa saja yang sangat membutuhkannya.

SAKRAMEN INISIASI : Baptis & Krisma

UPACARA “WAYA HAGAT-ABIN” Di DALAM MASYARAKAT DANI-PAPUA
Oleh : FR. JOHN LARTUTUL

1. Pengertian Istilah Inisiasi
Secara etimologis, istilah “Waya Hagat-Abin” berasal dari bahasa Dani. Istilah ini terdiri dari dua kata yakni Waya dan Hagat-Abin. Kata “Waya” menunjuk pada klen, moety, atau kelompok masyarakat adat. Sebagaimana dalam suku Dani terdapat pula moety atau klen Wita. Sedangkan kata “Hagat-Abin” menunjuk pada hari atau waktu yang sudah ditentukan oleh tokoh-tokoh adat berdasarkan hasil keputusan atau musyawarah final di rumah adat, dan disampaikan kepada orang tua dari setiap calon inisian. Maka dalam masyarakat Dani, yang berhak mendapatkan inisiasi hanyalah kelompok Waya, sedangkan kelompok Wita tidak diperkenankan untuk mengikuti inisiasi sesuai adat-istiadat setempat. Tradisi ini diwariskan secara turun temurun oleh generasi terdahulu atau para leluhur mereka.
Jadi, upacara “Waya Hagat-Abin” adalah suatu upacara inisiasi khusus dan amat penting yang dilakukan dalam masyarakat Dani sesuai adat-istiadat, khususnya bagi kelompok Waya ketika seorang anak laki-laki berusia antara 5-10 tahun.

2. Gambaran Singkat
Di dalam setiap kehidupan manusia selalu terdapat saat-saat yang penting yang harus dihadapi dan dijalani secara bertahap dari masa lalu ke masa yang akan di hadapinya, yaitu sejak seseorang itu lahir, menjalani masa anak-anak, remaja, dewasa dan masa tuanya. Dalam setiap tahap-tahap ini, ada berbagai macam adat-istiadat tertentu yang harus dijalaninya, seperti upacara-upacara inisiasi dan sebagainya, karena adanya kepercayaan-kepercayaan bahwa ada berbagai macam tantangan dan bahaya yang akan ditemui saat menjalani dan memasuki setiap tahap kehidupan. Untuk menolak bahaya-bahaya tersebut maka manusia menciptakan usaha untuk menyelamatkan diri dari bahaya-bahaya tersebut seperti upacara-upacara (ritual), baik yang dilakukan bersama maupun sendiri.
Seperti dengan suku-suku bangsa lain didunia dan di Papua, pada umumnya, pada orang Dani juga menjalani proses lingkaran hidup individu (individual life cycle), namun tidak sama halnya dengan masyarakat/suku bangsa lain, yang melakukan ritual-ritual khusus, sejak seorang anak berada dalam kandungan ibunya, kelahirannya, masa anak-anak, dewasa, kawin, beranak sampai meninggal.
Seorang wanita Dani akan melahirkan anaknya dalam ebe ae, yang dibantu oleh beberapa orang wanita. Kelahiran bayi ini tidak disertai upacara/ritual khusus dan ari-ari serta tali pusar yang terlepas beberapa hari akan dihanyutkan dalam sungai begitu saja. Dan beberapa hari setelah proses kelahiran, wanita tersebut sudah bisa kembali untuk bekerja. Mereka juga tidak melakukan upacara dalam pemberian nama, nama yang mereka anggap baik, itulah yang akan menjadi nama dari anak tersebut. Setelah seorang anak berusia 2-3 tahun, jika dia seorang wanita, ia sudah harus mulai menggunakan rok jerami (sale), sedangkan untuk anak pria, dia baru memakai alat penutup alat kelamin pada usia 5-6 tahun.
Upacara inisiasi ini biasanya diadakan bersamaan dengan pesta ebe-ako atau pesta babi. Dan upacara ini biasanyan berlangsung selama 9 hari atau lebih. Acara-acara dalam upacara orang Dani, biasanya ditujukan untuk menyalakan semangat berperang dan untuk memberi pengertian mengenai berperang kepada anak-anak pria, yaitu misalnya upacara pemberian busur panah secara perlambang, adanya latihan perang-perangan, latihan ketabahan, pelajaran menari dan menyanyi nyanyian perang kepada anak-anak. Upacara ini lebih bertujuan untuk mengajarkan kepada anak-anak pria secara dini untuk hidup dalam masyarakat, yang berkisar sekitar perang, hidup berdisiplin, menahan diri dan belajar menderita dalam keadaan yang sulit.
Sedangkan untuk anak-anak wanita, mereka tidak menjalani upacara Waya-hagat abin, tetapi mereka menjalani upacara dalam pesta hotale, yaitu pada waktu ia mendapat haid pertama (eket-web). Selain upacara-upacara tersebut diatas, ada juga upacara perkawinan (yokal isin) yaitu upacara memakaikan pakaian untuk wanita yang sudah menikah dan yang teakhir adalah upacara kematian



Tahap-tahap Upacara Inisiasi “WAYA HAGAT-ABIN” di dalam masyarakat Dani seturut pemikiran van Gennep

Menurut Arnold van Gennep, ritus inisiasi selalu berlangsung dalam 3 fase yakni separation, liminality, dan incorporation. Dengan demikian saya dapat menunjukkan upacara inisiasi “WAYA HAGAT-ABIN” di dalam masyarakat Dani seturut pemikiran van Gennep sebagai berikut:

1. Tahap Separation
Seorang wanita Dani yang akan melahirkan anaknya dalam ebe ae, dibantu oleh beberapa orang wanita. Kelahiran bayi ini tidak disertai upacara/ritual khusus dan ari-ari serta tali pusar yang terlepas beberapa hari akan dihanyutkan dalam sungai begitu saja. Dan beberapa hari setelah proses kelahiran, wanita tersebut sudah bisa kembali untuk bekerja. Mereka juga tidak melakukan upacara dalam pemberian nama, nama yang mereka anggap baik, itulah yang akan menjadi nama dari anak tersebut. Setelah seorang anak berusia 2-3 tahun, jika dia seorang wanita, ia sudah harus mulai menggunakan rok jerami (sale), sedangkan untuk anak pria, dia baru memakai alat penutup alat kelamin pada usia 5-6 tahun.

2. Tahap Liminality
Upacara inisiasi ini biasanya diadakan bersamaan dengan pesta ebe ako atau pesta babi. Dan upacara ini biasanyan berlangsung selama 9 hari atau lebih. Acara-acara dalam upacara orang Dani, biasanya ditujukan untuk menyalakan semangat berperang dan untuk memberi pengertian mengenai berperang kepada anak-anak pria, yaitu misalnya upacara pemberian busur panah secara perlambang, adanya latihan perang-perangan, latihan ketabahan, pelajaran menari dan menyanyi nyanyian perang kepada anak-anak. Upacara ini lebih bertujuan untuk mengajarkan kepada anak-anak pria secara dini untuk hidup dalam masyarakat, yang berkisar sekitar perang, hidup berdisiplin, menahan diri dan belajar menderita dalam keadaan yang sulit.

3. Tahap Incorporation
Setelah seorang anak laki-laki menjalani upacara inisiasi dengan melalui berbagai tahap sesuai adat-isitiadatnya sebagai masyarakat Dani, maka ia diwajibkan untuk turut aktif dalam menjalankan aturan-aturan hidup yang ditetapkan oleh pihak adat atau tokoh adat yang berwewenang yang bertugas untuk menjaga dan melindungi semua warga dalam seluruh aspek kehidupan warga setempat. Seperti dengan suku-suku bangsa lain didunia dan di Papua, pada umumnya, pada orang Dani juga menjalani proses lingkaran hidup individu (individual life cycle), namun tidak sama halnya dengan masyarakat/suku bangsa lain, yang melakukan ritual-ritual khusus, sejak seorang anak berada dalam kandungan ibunya, kelahirannya, masa anak-anak, dewasa, kawin, beranak sampai meninggal. Demikianlah gambaran singkat dan detail tentang upacara inisiasi “WAYA HAGAT-ABIN” di dalam masyarakat Dani.

REFERENSI UMUM

Bisei Abdon, MHum., “Diktat Sakramen Inisiasi : Baptis & Krisma” , 2010, untuk Mahasiswa semester III STFT Fajar Timur Abepura-Jayapura, hal.5.

Dabi Aloysius Fr., dan Himan Oktovianus Fr., “Hasil Wawancara Untuk Mendukung Artikel tentang UPACARA “WAYA HAGAT-ABIN” Di DALAM MASYARAKAT DANI ( Mengapa penulis berinisiatif untuk melakukan wawancara dengan kedua teman frater yang bersangkutan?Pertama, Karena penulis artikel bukan orang Papua asli. Kedua, Penulis artikel ini (Quineshia) tidak menjelaskan definisi istilah inisiasi “WAYA HAGAT-ABIN” Di DALAM MASYARAKAT DANI secara etimologis.Ketiga, Dua alasan di atas merupakan unsur keragu-raguan yang amat kuat dalam diriku, sehingga menjadi daya inisiatif dan kemendesakan dalam melakukan wawancara singkat dengan kedua frater yang bersangkutan”, Campus STFT Fajar Timur-Ruang Belajar Tingkat II, Sabtu 23 Oktober 2010.

Koentjaraningrat, Prof. Dr., 2009 “Membangun Masyarakat Majemuk “, dikutip dan diposkan oleh Quineshia pada pkl. 20.27 dengan judul artikel : “Ritual Upacara Kematian” dapat dilihat melalui quineshia.blogspot.com29/01/2009/.../ritual-upacara-kematian.html .